Friday, March 27, 2015

ARTHUR (Episode 2)


Jalan panjang bertanah halus itu memang sering dilewati Arthur dan ibunya, dikelilingi hamparan perkebunan, persawahan dan ladang gandum yang luas. Terlihat para polisi kota mulai berdatangan dari arah yang berlawanan. Satu lagi peraturan di kota Nanoi yang tidak boleh dilanggar, Penduduk tidak boleh keluar rumah ketika matahari sudah terbenam. Mulai dari bayi sampai orang dewasa, hanya para polisi kota, para Anei dan Natalie yang boleh keluar.

“Ibu, polisi kota sudah mulai keluar kita harus bergegas untuk sampai ke tempat penimbangan” Arthur menarik tangan ibunya.
“Tenang Arthur, selama kita masih membawa persediaan untuk para Anei mereka tidak akan mengganggu kita”
“Tempat penimbangan masih jauh, kita butuh tumpangan sampai kesana sebelum matahari terbenam,bu” Arthur gelisah.
“Tidak akan ada yang bersedia menumpangi kita,Arthur”
“Kenapa tidak? sudah banyak mobil yang melewati kita, masa sih tidak ada satupun?” Arthur berjalan mundur untuk menghadang mobil dengan tanganya dari pinggir jalan.

Di kota Nanoi tidak banyak yang memiliki mobil dengan atap yang terbuat dari kain dan bisa di buka-tutup, Para Anei memproduksi mobil itu hanya untuk kalangan tertentu saja, penduduk tidak bisa sembarangan memiliki mobil, hanya dengan persetujuan Natalie penduduk Nanoi baru bisa memilikinya.

Tiba-tiba dari jarak yang tidak jauh, terdengar suara klakson mobil yang membuat Arthur dan ibunya berhenti.

“Akhirnya ada juga yang bersedia memberikan tumpangan untuk kita,bu”
“Belum tentu mereka akan memberi tumpangan untuk kita, Arthur” mobil itu berhenti tepat di depan Arthur dan ibunya..
“Arthur!” teriak seseorang dari dalam mobil
“Ana?” Arthur kaget melihat seseorang yang memanggilnya.
“Arthur sama ibu mau kemana?” Tanya Ana.
“Ini dari perkebunan, mau ke tempat penimbangan” Jawab ibu Arthur.
“Ana, beri kami tumpangan sampai ke tempat penimbangan ya?” Arthur memohon.
“Arthur!, tidak perlu Ana” sahut ibu Arthur
“Dengan senang hati, Arthur” Ana tersenyum, menandakan kesediannya untuk memberi tumpangan.
“Terimakasih Ana, ayo bu kita pulang. Jangan menolak pertolongan Ana” Arthur tersenyum.

Ana adalah anak dari Prof. Uru, dokter untuk para Anei semasa Witson memimpin kota Nanoi, Ana kenal baik dengan Arthur dan ibunya. Dulu, ayahnya sering bercakap-cakap masalah pembangunan kota Nanoi bersama Witson. Meskipun Prof. Uru hanya seorang dokter pada waktu itu. Tapi, Witson menganggap Prof. Uru sebagai tangan kanannya. Persahabatan yang mereka jalin sejak kecil membuat mereka Nampak seperti saudara. Di dalam mobil mereka bercakap-cakap hangat, kebiasaan yang selalu dilakukan ketika mereka bertemu.

“Gimana kabarmu Arthur?” Tanya Ana.
“Baik, Ibu juga baik.. Gimana kabar Prof. Uru?” jawab Arthur
“Ayah masih menjadi dokter untuk para Anei”
“Rumahmu masih di pinggir pantai, Ana?” Tanya ibu Arthur
“Masih, sekarang Ana sering kesepian karena jam kerja ayah ditambah, ayah sering pulang pagi bahkan terkadang tidak pulang” keluh Ana.
“Nanti biar Arthur menemanimu ketika kamu kesepian”
“Tidak perlu repot-repot bu. takutnya jadi membebani Arthur”
“Aku tidak merasa terbebani kok, kita jadi bisa sering-sering bermain dipinggir pantai seperti saat kita kecil dulu, Ana” Arthur, memukul halus pundak Ana.
“Terimakasih Arthur, ibu. Ana seperti mempunyai keluarga yang utuh lagi” jawab Ana.
“Kamu sudah Ibu anggap sebagai keluarga, Ana”.

Tidak lama kemudian mobil Ana telah sampai ke tempat penimbangan. Arthur dan ibunya berterimakasih kepada Ana. Mereka langsung bergegas menuju tempat penimbangan yang mulai sepi, sambil membicarakan ibu Ana yang meninggal sejak Ana lahir.


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Friday, March 20, 2015

ARTHUR


(Episode 1)

Pria itu masih membantu ibunya menanam dan memanen sayur untuk kebutuhan para Anei. Anei, sebutan para penguasa kota yang berkuasa atas semua yang ada di Kota Nanoi. Nanoi, kota dengan lahan paling luas dari kota yang lainnya. Kota dengan kekayaan alam yang paling berlimpah dan indah. Penduduk di kota Nanoi tidak semuanya hidup bahagia. Mereka terbagi menjadi dua kubu. Kubu pendukung kebijakan para Anei dan penentang kebijakan para Anei.

Penduduk desa yang tidak menuruti apa kata Anei menjadi pekerja rendahan, seperti penyapu jalan, pembersih sampah, petani sayur ataupun buah. Berbeda jauh dengan para pendukung anei, mereka diperkejakan sebagai pegawai pajak, dan pemantau pekerja rendahan. Kebijakan anei membuat beberapa dari penduduk Nanoi berang. Hukum yang berlaku tidak adil membuat kaum miskin semakin tertindas. Pajak penghasilan untuk para kaum miskin tidak manusiawi, mereka diwajibkan membayar 20% untuk pajak penghasilan dari upah yang mereka terima setiap bekerja. Kaum kaya hanya 5% dari upah. Sedangkan kubu penentang anei banyak berasal dari kaum miskin. Pekerjaan diatur oleh anei, upah diberikan oleh anei, dan pajak dipunggut sendiri oleh anei.  

Para anei hanya tunduk pada perintah Natalie, Wali Kota Nanoi. Perempuan yang dipilih para anei untuk menggantikan Witson walikota sebelumnya yang tewas saat berpidato di hari jadi Kota Nanoi ke 856. Para anei mengatakan bahwa kematian Witson murni karena umurnya yang sudah tua.

“Arthur, ayo pulang. Kita sudah selesai disini.”

“Iya,bu tunggu  sebentar. Arthur akan mengembalikan wadah ini ke penjaga pos”
Arthur berlari ke arah pos penjaga, mengembalikan tempat bibit  tanaman.

“Cepat Arthur, jangan terlalu lama hari sudah mulai gelap” teriak ibu Arthur

“Ayo bu, mari kita pulang” Arthur membawakan hasil panen sayur yang diberikan ibunya untuk dibawa ke para Anei.

“Kita membawa cukup banyak sayur, Arthur. Kita bisa berharap para anei memberikan upah yang lebih banyak dari hasil panen kita kemarin”.

“Berharap dari para anei? Mereka itu licik, bu. Mereka mungkin memberi upah banyak tapi mereka juga memungut pajak yang tinggi dari upah yang kita dapat, bu.”

“Setidaknya kita masih bisa mendapatkan uang untuk kehidupan kita, Arthur. Para anei itu baik."

“Ibu, masih saja menganggap para anei seperti itu, kenapa ibu justru dijadikan sebagai petani sayur? Padahal jelas-jelas ibu pendukung para anei licik itu? Harusnya ibu mempertanyakan hal itu”  jawab Arthur dengan nada yang kesal.

“Sudahlah, Arthur. Jangan membahas hal itu lagi, kita tidak boleh berprasangka buruk, kamu harus menjadi bijaksana itu tujuan ayahmu memberi nama Witson dibelakang namamu.”

“Maaf bu” jawab Arthur.

Jarak ladang sayur dengan tempat penyimpanan sayur sangat jauh. Arthur dan ibunya masih berjalan kaki sambil menunggu kendaraan lewat yang bisa mereka tumpangi gratis.


Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.

Sunday, March 1, 2015

Review Film 2014


“Siapa diatas Presiden?” kalimat itu yang menjadi pertanyaan saya, setelah saya merampungkan tontonan menarik berjudul “2014”. Film yang awalnya dijadwalkan tayang di bioskop pada agustus 2013, lalu diundur januari 2014, dan akhirnya baru bisa mulai tayang serentak di bioskop 26 februari 2015 ini membuat saya merasa harus menjadi negarawan.

Cerita yang dibungkus sangat kuat dibumbui drama action ditengah geliat politik dan pemilihan presiden, pemilihan actor yang tepat membuat pesan pada film “2014” menjadi lebih tersampaikan. Hanya saja saya kurang suka dengan akting maudy ayunda pada film ini,terlihat agak canggung berpasangan dengan Rizky Nazar yang memerankan Ricky. Selebihnya saya tidak meragukan akting dari seorang Ray sahetapy, Atiqah Hasiholan, Rio Dewanto ataupun Donny damara.

Musik yang disajikan membawa emosi saya masuk dalam cerita yang disajikan, ke brutalan seorang penguasa dikemas sangat apik dan cantik, tanpa pandang bulu bunuh sana, bunuh sini. Opini penonton termasuk saya dimainkan, dibawa untuk menebak-nebak “siapa diatas presiden?”. Nampaknya penulis naskah sengaja memainkan opini penonton untuk mencurigai seorang Faisal Abdul Hamid yang berada dibalik itu semua, tapi untuk saya penulis naskah kurang jago memainkan opini penonton, karena sejak awal saya sudah bisa mengira siapa yang ada dibelakang kasus yang menimpa bagas notolegowo (Ray sahetapy).

Hilangnya bukti yang dikumpulkan penyidik di kantor kepolisian, berhasil masuknya satrio (Rio dewanto) ke penjara untuk membunuh bagas membuat saya berpikiran bahwa yang ada dibalik kasus tersebut adalah orang yang berpengaruh di institusi polri.

Ending film 2014 juga sangat apik, dilambangkan dengan cincin batu akik  yang dipakai menandakan bahwa penjegal pemerintahan yang bersih belum habis, rantai mafia belum putus, kegelisahan dari penulis naskah disajikan Nampak begitu kentara, nyata dan terlihat, selain itu menarik lagi ke-aslian cerita dan sudut pandang cerita serta musik yang disajikan pada film 2014.. yang terpenting pesan dalam film ini tersampaikan dengan baik, selama ini kita tidak sadar bahwa kita berhak atas kebebasan berpendapat, kebanyakan dari kita takut menilai dan berpendapat atas penguasa, kita lebih memilih tidak peduli, padahal itu pilihan yang salah..


Jangan takut untuk mengungkapkan kebenaran, buktikan bahwa yang benar adalah benar. ini bukan mengenai kuat atau lemahnya musuh kita tapi seberapa berani kita melawan musuh itu. Semoga melalui film 2014, Indonesia bisa menjadi negara yang jauh dari korupsi dan praktek kriminal lainnya. Amin J
Zahid Paningrome Web Developer

Morbi aliquam fringilla nisl. Pellentesque eleifend condimentum tellus, vel vulputate tortor malesuada sit amet. Aliquam vel vestibulum metus. Aenean ut mi aucto.